01 November 2010

Wacana Semi Ilmiah

Yang termasuk dalam wacana semi ilmiah atau ilmiah populer adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase. Berikut ini salah satu contoh editorial.

Derita Mentawai

BENCANA alam melanda negeri ini tanpa jeda. Tangis dan air mata tak kunjung putus mengalir karena silih berganti datang tanah longsor, banjir, letusan gunung berapi, serta gempa bumi, dan tsunami.

Meski bumi Nusantara sudah akrab dengan bencana alam, pemerintah tetap saja gagap memberikan pertolongan kepada warga. Penanganan bencana yang terlambat adalah penyakit yang tak kunjung sembuh dari manajemen negara.

Ketidakberdayaan menjadi begitu mutlak dan kentara, padahal kewajiban pemerintah adalah melindungi setiap warga negara.

Gempa bumi yang disusul tsunami yang menerpa Kepulauan Mentawai pada 25 Oktober 2010 memperlihatkan ketidakberdayaan pemerintah itu. Pemerintah tidak sigap, bahkan sangat tidak siap untuk mengatasi dampak bencana yang telah merenggut nyawa sekitar 500 orang dan menyebabkan puluhan ribu lainnya mengungsi.

Ketidaksigapan pemerintah sangat jelas terlihat dari penanganan korban hingga pada hari keenam, kemarin. Kondisi korban di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan masih sangat memprihatinkan. Belum ada penanganan yang efektif untuk mengatasi keadaan pascabencana.

Di lokasi penampungan di Pagai Selatan, misalnya, para korban terpaksa diletakkan di lantai yang hanya beralaskan tikar atau matras. Tidak hanya itu. Perbandingan jumlah relawan dan mayat yang bergelimpangan tak seimbang. Kondisi itu menyebabkan bau mayat menyengat di mana-mana dan penyebaran penyakit berpotensi meluas.

Selama ini seluruh bantuan untuk korban bencana tsunami Mentawai lebih dulu masuk ke Padang, ibu kota Sumatra Barat, lalu dikirimkan ke Sikakap, Kepulauan Mentawai. Skenarionya dari Sikakap itulah bantuan kemudian didistribusikan ke lokasi-lokasi bencana dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Akan tetapi, rencana itu tak bisa diwujudkan karena tingginya gelombang laut.

Pemerintah tentu saja berlindung di balik keganasan alam itu, sebagai penyebab buruknya penanganan akibat bencana. Seakan-akan Kepulauan Mentawai itu baru kemarin bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga pemerintah tidak tahu keganasan alam untuk mencapainya.

Alam yang tidak bersahabat di Kepulauan Mentawai bukan kali ini saja terjadi. Sangatlah ironis bahwa pemerintah tidak mengetahui secara persis kondisi alam setempat. Jangan-jangan kalau tidak ada bencana, tidak ada pejabat pemerintah yang mengunjungi daerah itu.

Harus jujur diakui bahwa pemerintah tidak mengerahkan segenap potensi yang dimiliki untuk membantu dan menyelamatkan warga. Apalagi, pemerintah sendiri terlambat mengetahui bahwa daerah itu telah diterjang tsunami.

Manajemen penanggulangan bencana masih berantakan dan kacau-balau.

Berantakan karena pemerintah tidak pernah mau belajar dari pengalaman.

Kacau-balau karena kehadiran pejabat di daerah bencana hanya mau mengumbar air mata demi meraih citra, bukan untuk memastikan seluruh bantuan terdistribusi dengan baik kepada korban.

Bertambah menyedihkan karena elite pemerintah di Kepulauan Mentawai lebih betah tinggal di Padang, bahkan di Jakarta, daripada mengurus nasib rakyat mereka.


sumber : Editorial Media Indonesia

0 comment:

Posting Komentar